Kamis, 21 Februari 2008

CIRI-CIRI DAN JENIS ADJEKTIVA BAHASA BARE’E

Nursyamsi

Abstract


Adjective is the words that indicate a quality of a person, animals or thing. Adjective as one of the word class has its own characteristics that differ from the other. Besides, the adjective have similarities and differences with the other. Adjective indicates the quality of thing. This word class can be recognized by its morphologic, syntactic and semantic characteristics. According to the morphologic characteristic, adjective is not only derivate from the base adjective word but also can be formed from the other word class. Based on the syntactic characteristics, Bare’e language adjectives function can be recognized by the phrase and sentence constructions. While from the semantic characteristics, Bare’e adjectives can be differed into three degrees of comparation which has been used as the semantics signifier that are (1) equality, (2) comparative, (3) superlative.

ABSTRAK

Adjektiva yang juga disebut kata sifat atau kata keadaan adalah kata yang dipakai untuk mengungkapkan sifat atau keadaan orang, benda, atau binatang. Adjektiva sebagai salah satu kelas kata memiliki ciri atau karakteristik tersendiri yang berbeda dengan kelas kata yang lain. Selain itu, adjektiva mempunyai persamaan dan perbedaan dengan kelas kata yang lain. Adjektiva dapat memberikan keterangan mengenai sifat atau keadaan suatu hal. Kelas kata ini dapat dikenal berdasarkan ciri morfologis, ciri sintaksis, dan ciri semantik. Dari ciri morfologis, adjektiva tidak hanya diturunkan dari kata asal atau kata dasar adjektiva, tetapi dapat juga dibentuk dari kelas kata yang lain. Dari ciri sintaksis, adjektiva bahasa Bare’e dapat dikenal kedudukannya dalam konstruksi frasa dan kalimat. Sedangkan dari ciri semantik, adjektiva bahasa Bare’e dapat dibagi menjadi tiga macam tingkat perbandingan yang dapat dijadikan sebagai penanda semantis, yaitu (1) tingkat ekuatif, (2) tingkat komparatif, (3) tingkat superlatif.









1. Pendahuluan
Bahasa Bare’e (BB) adalah salah satu bahasa daerah atau bahasa ibu yang digunakan di Kabupaten Tojo Una-Una Provinsi Sulawesi Tengah yang meliputi Kecamatan Una-Una, Ampana Kota, Ampana Tete, Ulubongka, Tojo, Tojo Barat, Togean, dan Walea Kepulauan. Bahasa Bare’e sebagai bahasa daerah masih dipelihara oleh masyarakat pemakainya sebagai lambang identitas daerah dan digunakan sebagai alat komunikasi dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat penuturnya. Hal itu dapat dilihat dari kegiatan masyarakat penutur bahasa Bare’e yang menggunakan bahasa tersebut dalam semua aspek kehidupan. Selain itu, bahasa Bare’e juga masih dipakai sebagai bahasa kebudayaan untuk keperluan tertentu, misalnya sebagai sarana upacara perkawinan, upacara keagamaan, dan acara adat lainnya.
Penelitian terhadap bahasa Bare’e sudah banyak dilakukan, diantaranya “Morfologi Verba Bahasa Bare’e” oleh Kalolo (2002), “Struktur Fara Bahasa Bare’e” oleh Syamsiah (2002), “Struktur Bahasa Bare’e” oleh Basran et al. (2004), “Struktur Frasa Bahasa Bare’e oleh Aminah (2005), dan “Sistem Perulangan Bahasa Bare’e” oleh Karsana (2005). Oleh karena itu, untuk melengkapi penelitian terhadap aspek-aspek kebahasaan bahasa Bare’e, penulis mencoba mengemukakan ciri-ciri adjektiva bahasa Bare’e.
Adjektiva yang juga disebut kata sifat atau kata keadaan adalah kata yang dipakai untuk mengungkapkan sifat atau keadaan orang, benda, atau binatang (Mulyono, 1988:209). Selanjutnya Kridalaksana (1990:57) menjelaskan adjektiva adalah kategori yang ditandai oleh kemungkinannya untuk (1) bergabung dengan partikel tidak, (2) mendampingi nomina, atau (3) didampingi partikel seperti lebih, sangat, agak, (4) mempunyai ciri-ciri morfologis seperti –er (dalam honorer), -if (sensitif), -i (dalam alami), atau (5) dibentuk menjadi nomina dengan konfiks ke-an, seperti adil --keadilan, halus --kehalusan, yakin --keyakinan (ciri terakhir ini berlaku bagi sebagian besar adjektiva dasar).

Berdasarkan ciri-ciri adjektiva yang dikemukakan Kridalaksana, adjektiva bahasa Bare’e juga memiliki ciri-ciri atau karakteristik tertentu. Dalam tulisan ini pula selain mengemukakan ciri-ciri adjektiva bahasa Bare’e juga akan mengemukakan jenis-jenis adjektiva berdasarkan maknanya.
Berikut ini akan dikemukakan ciri-ciri adjektiva bahasa Bare’e ditinjau dari segi morfologis, sintaksis, dan semantik.

2. Ciri-Ciri Adjektiva
Adjektiva sebagai salah satu kelas kata memiliki ciri atau karakteristik tersendiri yang berbeda dengan kelas kata yang lain. Selain itu, adjektiva mempunyai persamaan dan perbedaan dengan kelas kata yang lain. Adjektiva dapat memberikan keterangan mengenai sifat atau keadaan suatu hal. Kelas kata ini dapat dikenal berdasarkan ciri morfologis, ciri sintaksis, dan ciri semantik. Lebih lanjut akan dijelaskan ciri-ciri adjektiva sebagai berikut.
2.1 Ciri Morfologis Adjektiva
Adjektiva tidak hanya diturunkan dari kata asal atau kata dasar adjektiva, tetapi dapat juga dibentuk dari kelas kata yang lain. Adjektiva dapat dibentuk melalui afiksasi, reduplikasi dan pemajemukan.
Berdasarkan ciri morfologis adjektiva bahasa Bare’e dapat diklasifikasikan atas adjektiva dasar dan adjektiva bentukan. Adjektiva dasar adalah sebuah morfem bebas seperti bangke ‘besar’, kodi ‘kecil’, lo’e ‘pintar’, bou ‘baru’, eta ‘hitam’, rate ‘panjang’, langani ‘tinggi’, buya ‘putih’, kumba ‘tebal’ . Adjektiva dasar ini dapat berfungsi sebagai atributif dan dapat berfungsi sebagai predikat dalam konstruksi kalimat. Dalam bahasa Bare’e sebagian besar adjektiva dasar ini dapat berfungsi sebagai predikat dalam kalimat apabila diberi awalan ma-. Lebih jelasnya dapat dilihat pada contoh berikut ini.
Contoh adjektiva atributif.
(1) bau bangke
‘ikan besar’
(ikan besar)

(2) kura kodi
‘belanga kecil’
(belanga kecil)

(3) baju bou
‘baju baru’
(baju baru)

(4) ue pane
‘air panas’
(air panas)

Contoh di atas memperlihatkan bahwa kata bangke ‘besar’, kodi ‘kecil’, bou ‘baru’, dan pane ‘panas’ dapat muncul sebagai atributif dalam konstruksi adjektiva atributif. Dalam konstruksi adjektiva predikatif atau adjektiva yang berfungsi sebagai predikat dapat dilakukan dengan menambahkan awalan ma- pada sebagaian besar adjektiva dasar. Berikut ini contoh adjektiva predikatif.

(1) manuk setu maeta
‘ayam itu hitam’
(ayam itu hitam)

(2) buyu setu malangani
‘gunung itu tinggi’
(gunung itu tinggi)

(3) kunu setu mabuya
‘kain itu putih’
(kain itu putih)

(4) buku setu makumba
‘buku itu tebal’
(buku itu tebal)

(5) baju setu faga
‘baju itu merah’
(baju itu merah)

(6) bau setu bangke
‘ikan itu besar’
(ikan itu besar)

(7) kura setu kodi
‘belanga itu kecil’
(belanga itu kecil)


Berdasarkan contoh-contoh di atas kata maeta ‘hitam’, malangani ‘tinggi’, mabuya ‘putih’, makumba ‘tebal’, faga ‘merah’, bangke ‘besar’, kodi ‘kecil’ berfungsi sebagai predikat dalam konstruksi kalimat.

2.2 Ciri Sintaksis Adjektiva
Adjektiva bahasa Bare’e secara sintaksis dapat dikenal kedudukannya dalam konstruksi frasa dan kalimat. Untuk menganal kelas kata itu ada beberapa kriteria yang dapat dijadikan sebagai alat penguji. Kriteria-kriteria itu adalah sebagai berikut:
1) dapat berfungsi sebagai predikat,
2) dapat berfungsi sebagai atributif,
3) dapat didahului atau diikuti kata sampe ‘sangat’, kojo ‘sekali’,
4) dapat digunakan sebagai pembanding dengan menggunakan meru’u ‘lebih’ dan ungkari ‘daripada’.
Untuk menguji kriteria-kriteria tersebut berikut ini akan diuraikan satu per satu kriteria tersebut.


2.2.1 Adjektiva dapat berfungsi sebagai predikat
Dalam kalimat, adjektiva dapat berfungsi sebagai predikat berupa frasa adjektiva Berikut ini contoh adjektiva yang berupa frasa adjektiva yang berfungsi sebagai predikat.

(1) Baju faga setu masuli kojo
‘Baju merah itu mahal sekali’
(Baju merah itu mahal sekali)

(2) Indona magaya kojo
‘Ibunya cantik sekali’
(Ibunya cantik sekali)

(3) Lidaku sampe maluasi
‘sawahku sangat luas’
(sawahku sangat luas)

(5) Banuanya magali kojo
‘Rumahnya bersih sekali’
(Rumahnya bersih sekali)

(6) Baju setu masuli kojo
‘Baju itu mahal sekali’
(baju itu mahal sekali)



Pada contoh di atas frasa masuli kojo ‘mahal sekali’, magaya kojo ‘cantik sekali’, sampe maluasi ‘sangat luas’, magali kojo, dan masuli kojo ‘mahal sekali’ yang berupa adjektiva berfungsi sebagai predikat.

2.2.2 Adjektiva dapat berfungsi sebagai atributif
Pada frasa nomina, adjektiva dapat berfungsi atributif yang menerangkan nomina di depannya. Dalam fungsi seperti itu adjektiva dapat dipisahkan dari nomina dengan memakai kata anu ‘yang’. Lebih jelasnya berikut ini contoh adjektiva yang berfungsi sebagai atributif.

(1) baju maeta ® baju anu maeta
‘baju hitam’ ‘baju yang hitam’
(baju hitam) (baju yang hitam)

(2) bau bangke ® bau anu bangke
‘ikan besar’ ‘ikan yang besar’
(ikan besar) (ikan yang besar)

(3) kumu faga ® kumu anu faga
‘sarung merah’ ‘sarung yang merah’
(sarung merah) (sarung yang merah)

(4) buyu malangani ® buyu anu malangani
‘gunung tinggi’ ‘gunung yang tinggi’
(guung tinggi) (gunung yang tinggi)

(5) salana marate ® salana anu marate
‘celana panjang’ ‘celana yang panjang’
(celana panjang) (celana yang panjang)


2.2.3 Adjektiva dapat didahului atau diikuti kata-kata seperti maru’u ‘paling’ dan kojo ‘sekali’.

Adjektiva dapat didahului oleh kata maru’u ‘paling’seperti contoh berikut ini.

(1) Yakumo anu maru’u kalawa tampa kareeku.
‘sayalah yang paling jauh tempat tinggalku’
(sayalah yang paling jauh tempat tinggalku)


(2) Siamo maru’u lo’e ri kelasnya.
‘Dialah paling pintar di kelasnya’
(Dialah paling pintar di kelasnya)

(3) Maru’u madago atena tau setu.
‘paling baik hatinya orang itu’
(Orang itu paling baik hatinya)

Adjektiva dapat diikuti oleh kata kojo’sekali’. Berikut ini contoh adjektiva yang diikuti kata kojo ‘sekali’.

(1) Malose kojo tau setu.
‘malas sekali orang itu’
(orang itu malas sekali)

(2) Faga kojo baju tuaiku.
‘merah sekali baju adikku’
(merah sekali baju adikku)

(3) Haji Amir sugi kojo ri lipu setu.
‘Haji Amir kaya sekali di kampung itu’
(Haji Amir kaya sekal di kampung itu)


2.2.4 Adjektifa dapat digunakan sebagai pembanding dengan menggunakan meru’u ‘lebih’, ungkari ‘daripada’.
Adjektiva dapat digunakan sebagai pembanding dengan meletakkan adjektiva tersebut di antara kata meru’u ‘lebih’ dan ungkari ‘daripada’. Contohnya dapat dilihat sebagai berikut.

(1) Tilamu meru’u madea ungkari tilaku.
‘bagianmu lebih banyak daripada bagianku’
(bagianmu lebih banyak daripada bagianku)

(2) lidaku meru’u maluasi ungkari lidana.
‘sawahku lebih luas daripada sawahnya’
(sawahku lebih luas daripada sawahnya)

(3) Oli rengkomu meru’u masuli ungkari rengkoku.
‘harga barangmu lebih mahal daripada barangku’
(harga barangmu lebih mahal daripada barangku)

(4) sia meru’u lo’e ungkari yaku
‘dia lebih pintar daripada saya’
(dia lebih pintar daripada saya)

2.3 Ciri Semantik Adjektiva
Salah satu ciri utama adjektiva bahasa Bare’e adalah kelas kata itu dapat memiliki tingkat perbandingan yang menyatakan sama dan lebih. Dengan demikian, ada tiga macam tingkat perbandingan yang dapat dijadikan sebagai penanda semantis, yaitu (1) tingkat ekuatif, (2) tingkat komparatif, (3) tingkat superlatif. Ketiga tingkat perbandingan tersebut akan diuraikan sebagai berikut.

2.3.1 Tingkat Perbandingan Ekuatif
Tingkat perbandingan ekuatif adalah tingkat yang menyatakan bahwa dua hal yang dibandingkan itu sama. Untuk menyatakan perbandingan ekuatif digunakan kata sawia ‘sama’ yang ditempatkan di depan adjektiva kemudian diikuti dengan klitika pronomina. Perhatikan contoh berikut ini.

1) sawia + adjektiva + -ku
Bentuk ini dipakai jika perbandingan itu mengacu pada diri sendiri. Klitik yang dipakai adalah –ku ‘ku’ yang diletakkan di belakang adjektiva.
Contoh.
lo’e ® Sawia kalo’eku tuaiku.
‘pintar’ ‘sama pintarku adikku’
(Aku sepintar adikku)
2) sawia + adjektiva + -mu
Bentuk ini dipakai jika perbandingan itu mengacu pada orang yang diajak bicara. Klitik yang dipakai adalah –mu ‘mu’ yang diletakkan di belakang adjektiva.
Contoh.

malangani ® Sawia malanganimu tukakaku.
‘tinggi’ ‘sama tinggimu kakakku’
(kamu setinggi kakakku)
3) sawia + adjektiva -na
Bentuk ini dipakai jika perbandingan itu mengacu kepada orang lain, benda, atau binatang yang dibicarakan. Bentuk klitik yang dipakai adalah –na ‘nya’ yang diletakkan di belakang adjektiva.
Contoh.

malose ® Sawia malosena i Ali katuaina.
‘malas’ ‘sama malasnya si Ali dengan adiknya’
(Ali semalas adiknya)

2.3.2 Tingkat Perbandingan Komparatif
Tingkat perbandingan komparatif menyatakan satu dari dua wujud yang dibandingkan itu lebih dari yang lain. Tingkat perbandingan itu dinyatakan dengan formula sebagai berikut.

Adjektiva + meru’u + ungkari
‘lebih’ ‘daripada’

Berikut ini beberapa contoh dari formula tersebut.

masuli ® Oli rengkomu masuli meru’u ungkari rengkoku.
‘mahal’ ‘harga barangmu mahal lebih daripada barangku’
(harga barangmu lebih mahal daripada barangku)

maluasi ® Lidaku maluasi meru’u ungkari lidana.
‘luas’ ‘sawahku luas lebih daripada sawahnya’
(sawahku lebih luas daripada sawahnya)

madago ® Bajuku madago meru’u ungkari bajumu.
‘bagus’ ‘bajuku bagus lebih daripada bajumu’
(bajuku lebih bagus daripada bajumu)

lo’e ® Sia lo’e meru’u ungkari yaku.
‘pintar’ ‘dia pintar lebih daripada saya’
(dia lebih pintar daripada saya)
2.3.3 Tingkat Perbandingan Superlatif
Tingkat perbandingan superlatif menyatakan bahwa dari sekian banyak yang dibandingkan satu melebihi yang lain. Tingkat perbandingan itu dapat dinyatakan dengan bentuk kojo ‘sekali’ dengan formula adjektiva + kojo.
Berikut ini beberapa contoh adjektiva tingkat perbandingan superlatif.

(1) Haji Amir sugi kojo ri lipu setu.
‘Haji Amir kaya sekali di kampung itu’
(Haji Amir kaya sekali di kampung itu)

(2) Siamo anu lo’e kojo ri kelasna.
‘Dialah yang pintar sekali di kelasnya’
(Dialah yang pintar sekali di kelasnya)


(3) Buyu setu malangani kojo.
‘Gunung itu tinggi sekali’
(gunung itu tinggi sekali)

(4) Baju mabuya setu masuli kojo.
‘Baju putih itu mahal sekali’
(Baju putih itu mahal sekali)

Ciri-ciri adjektiva bahasa bare’e yang telah diuraikan di atas terdiri atas beberapa jenis adjektiva. Jenis-jenis adjektiva bahasa Bare’e yang dimaksud adalah sebagai berikut.

3. Jenis-Jenis Adjektiva Bahasa Bare’e
Berdasarkan makna, adjektiva bahasa Bare’e dapat dibedakan atas dua belas macam yaitu (1) adjektiva sifat, (2) adjektiva keadaan, (3) adjektiva ukuran, (4) adjektiva bentuk, (5) adjektiva waktu, (6) adjektiva jarak, (7) adjektiva cara, (8) adjektiva warna, (9) adjektiva pancaindra, (10) adjektiva perasaan, (11) adjektiva penunjuk, dan (12) adjektiva bilangan. Adjektiva-adjektiva tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

3.1 Adjektiva sifat
Sifat dan keadaan dua hal yang sukar dibedakan dan selalu dikacaukan. Dalam penelitian ini mencoba membedakan antara sifat dan keadaan. Sifat biasanya dipandang sebagai bagian yang tak terpisahkan dari nomina baik yang berbentuk benda atau orang. Sifat selalu mengacu pada benda atau orang tertentu sehingga sifat selalu bersifat tetap.
Jenis adjektiva ini dapat memerikan kualitas dan intensitas yang bercorak fisik atau mental.
Perhatikan contoh berikut.

(1) Ana setu lo’e
‘Anak itu pintar’
(Anak itu pintar)

(2) I Ahmad malose
‘Si Ahmad malas’
(Si Ahmad malas)

(3) Polisi setu makoje
‘Polisi itu berani’
(Polisi itu berani)


(4) I Ali madoyo
‘Si Ali bodoh’
(Si Ali bodoh)

(5) I Sinta magaya
‘Si Sinta cantik’
(Si Sinta cantik)

(6) Buyu setu marate
‘Gunung itu tinggi’
(Gunung itu tinggi)

(7) Ue setu marandiri
‘air itu dingin’
(Air itu dingin)

(8) Kopi setu pane
‘Kopi itu panas’
(Kopi itu panas)

Contoh di atas kata lo’e ‘pintar’, malose ‘malas’, makoje ‘berani’, madoyo ‘bodoh’, magaya ‘cantik’, marate ‘tinggi’, marandiri ‘dingin’, dan pane ‘panas’ adalah sifat.


3.2 Adjektiva Keadaan
Adjektifa keadaan sama halnya dengan adjektiva sifat tidak dapat dipisahkan dari nomina ( benda atau orang ). Hal itu dapat dilihat pada contoh berikut.

(1) Tuakaku marau
‘Kakakku marah’
(Kakakku marah)

(2) Tau setu sugi
‘Orang itu kaya’
(Orang itu kaya)

(3) I Ali mafongko
‘Si Ali gembira’
(Si Ali gembira)

(4) Papaku malenge
‘Ayahku lelah’
(Ayahku lelah)

(5) Indoku maundangi
‘Ibuku sedih’
(Ibuku sedih)

Pada contoh di atas kata marau ‘marah’, sugi ‘kaya’, mafongko ‘gembira’, malenge ‘lelah, dan maundangi ‘sedih’ merupakan adjektiva keadaan.

3.3 Adjektiva Ukuran
Adjektiva ukuran adalah adjektiva yang memberi pengertian ukuran sebagai unsur keterangan. Untuk menggolongkan suatu kata ke dalam adjektiva ukuran dalam bahasa Bare’e biasanya kata tersebut diapit oleh kata sangkuja ‘berapa’ dan afiks –na ‘nya’.
Perhatikan contoh berikut ini.

(1) Sangkuja kane’ena
‘Berapa beratnya’
(Berapa beratnya)

(2) Sangkuja olina
‘Berapa harganya’
(Berapa harganya)

(3) Sangkuja maratena
‘Berapa tingginya’
(Berapa tingginya)


(4) Sangkuja malanganina
‘Berapa panjangnya’
(Berapa panjangnya)

(5) Sangkuja kalaukana
‘Berapa dalamnya’
(Berapa dalamnya)

(6) Sangkuja maluasina
‘Berapa luasnya’
(Berapa luasnya)
Selain pengapit sangkuja ‘berapa’ … -na ‘nya’ yang digunakan pada contoh di atas, masih ada cara lain untuk mengetes adjektiva ukuran dalam bahasa Bare’e yaitu dengan menggunakan pengapit ewambe’i ‘seperti apa’ … -na ‘nya’. Hal itu dapat dilihat pada contoh berikut.

(1) Ewambe’i malanganina
‘seperti apa tingginya’
(seperti apa tingginya)

(2) Ewambe’i maratena
‘seperti apa panjangnya’
(seperti apa panjangnya)

(3) Ewambe’i bangkena
‘seperti apa besarnya’
(seperti apa besarnya)

(4) Ewambe’i maredena
‘seperti apa pendeknya’
(seperti apa pendeknya)

(5) Ewambe’i kane’ena
‘seperti apa beratnya’
(seperti apa beratnya)

(6) Ewambe’i maluasina
‘seperti apa luasnya’
(seperti apa luasnya)

(7) Ewambe’i marosona
‘seperti apa kuatnya’
(seperti apa kuatnya)

3.4 Adjektiva Bentuk
Adjektiva bentuk ialah adjektiva yang memberi pengertian bentuk sebagai unsur keterangan. Dalam bahasa Bare’e suatu kata dapat digolongkan ke dalam adjektiva bentuk jika dapat menjawab pertanyaan bagaimana bentuk nominanya. Jawaban pertanyaan tersebut digolongkan ke dalam adjektiva bentuk. Hal tersebut dapat dilihat pada contoh berikut.

(1) Wambe’i korona? ----- bangke
‘bagaimana badannya’ ‘besar’
(bagaimana badannya) (besar)

(2) Wambe’i futuana? ----- marate
‘bagaimana rambutnya’ ‘panjang’
(bagaimana rambutnya) (panjang)
(3) Wambe’i timpuna? ----- maboko
‘bagaimana betisnya’ ‘gemuk’
(bagaimana betisnya) (gemuk)

(4) Wambe’i banuana? ----- bangke
‘bagaimana rumahnya’ ‘besar’
(bagaimana rumahnya) (besar)

Jawaban atas pertanyaan bagaimana badannya, bagaimana rambutnya, bagaimana betisnya, dan bagaimana rumahnya yaitu bangke ‘besar’, marate ‘panjang’, maboko ‘gemuk’, dan bangke ‘besar’ digolongkan ke dalam adjektiva bentuk.

3.5 Adjektiva Waktu
Adjektiva waktu adalah adjektiva yang memberi pengertian konsep yang mengacu ke masa proses , perbuatan ,atau keadaan berada atau berlangsung sebagai pewatas. Contoh adjektiva waktu sebagai berikut.
Contoh.

ntogo ‘sejak’
masae ‘lama’
madiga ‘cepat’
malengi ‘lambat’
sei ‘sekarang’
sambinoro ‘sementara’
sarai ‘sebentar’
tempo liu ‘dahulu kala’
vengi ‘kemarin’
mavengi ‘malam’
pangane ‘tadi’
naile ‘besok’
bampia ‘dahulu’

3.6 Adjektiva Jarak
Adjektiva jarak adalah adjektiva yang memberi pengertian konsep mengacu ke ruang antara dua benda, tempat, atau maujud (benar-benar ada) sebagai pewatas kata nama. Yang dimaksud kata nama pada pernyataan tersebut adalah kata benda (nomina). Jadi, adjektiva jarak mengacu ke ruang antara dua benda, tempat, atau maujud sebagai pewatas nomina.
Sama halnya adjektiva waktu bahwa untuk menggolongkan suatu kata ke dalam adjektiva jarak hanyalah dilakukan secara intuitif pula. Adapun kata yang dapat digolongkan adjektiva jarak sebagai berikut.

mosu ‘dekat’
lawa ‘jauh’
mala’a ‘jarang’
mapi’i ‘sempit’
mombemosu ‘berdekatan’
mombelawa ‘berjauhan’

3.7 Adjektiva Cara
Adjektiva cara adalah adjektiva yang menerangkan bagaimana atau keadaan itu berjalan/terjadi. Kata-kata yang dapat digabungkan ke dalam adjektiva cara yaitu kata yang menerangkan berlangsungnya suatu peristiwa atau berlangsungnya suatu keadaan. Adjektiva cara yang ditemukan dalam bahasa Bare’e antara lain sebagai berikut.
madagi ‘cepat’
malengi ‘lambat’

3.8 Adjektiva Warna
Adjektiva warna adalah adjektiva yang memberikan pengertian warna sebagai unsur keterangan. Penggolongan suatu kata ke dalam adjektiva warna dapat dilakukan baik secara intuitif maupun secara sintaksis. Maksudnya data yang diperoleh secara intuitif masih mangalami proses penyaringan yaitu disaring dengan penanda sintaksis. Perhatikan contoh berikut ini.

(1) baju faga
‘baju merah’
(baju merah)


(2) kunu magege
‘sarung biru’
(sarung biru)

(3) salana mabuya
‘celana putih’
(celana putih)

(4) tolae maeta
‘kucing hitam’
(kucing hitam)

(5) futua mabuyu
‘rambut putih’
(rambut putih)

(6) kameja makuni
‘kemeja kuning’
(kemeja kuning)

Kata-kata faga ‘merah’, magege ‘biru’, mabuya ‘putih’, maeta ‘hitam’, dan makuni ‘kuning’ pada contoh di atas menduduki fungsi sebagai atributif yang merupakan penanda sintaksis adjektiva.
Di samping itu kata-kata tersebut yaitu faga ‘merah’, magege ‘biru’, mabuya ‘putih’, maeta ‘hitam’, dan makuni ‘kuning’ dapat pula menduduki fungsi predikat yang juga merupakan salah satu penanda sintaksis. Hal itu dapat dilihat pada contoh berikut.

(1) faga setu baju
‘merah itu baju’
(baju itu merah)
(2) magege setu kunu
‘biru itu sarung’
(sarung itu biru)

(3) mabuya setu salana
‘putih itu celana’
(celana itu putih)

(4) maeta setu tolae
‘hitam itu kucing’
(kucing itu hitam)

(5) mabuya setu futua
‘putih itu rambut’
(rambut itu putih)

(6) makuni setu kameja
‘kuning itu kemeja’
(kemeja itu kuning)


Selain dapat menduduki fungsi predikat sebagai salah satu penanda sintaksis, penanda yang lain secara sintaksis adalah bahwa kata-kata faga ‘merah’, magege ‘biru’, mabuya ‘putih’, maeta ‘hitam’, dan makuni ‘kuning’ dapat diikuti oleh kata kojo ‘sekali’ dan sampe ‘sangat’.
Perhatikan contoh berikut.


(1) faga kojo
‘merah sekali’
(merah sekali)

(2) magege kojo
‘biru sekali’
(biru sekali)

(3) sampe mabuya
‘sangat putih’
(sangat putih)

(4) sampe maeta
‘sangat hitam’
(sangat hitam)

(5) sampe makuni
‘sangat kuning’
(sangat kuning)

3.9 Adjektiva Pancaindra
Adjektiva pancaindra adalah adjektiva yang memberi pengertian konsep rasa, pandang, dengar, penciuman, dan konsep sentuhan. Dengan kata lain setiap kata yang mengandung maksud konsep seperti tersebut di atas dapat digolongkan ke dalam adjektiva pancaindra.
Berikut ini diberikan beberapa contoh.

a. Adjektiva rasa
mapa’i ‘pahit’
momi ‘manis’
mawongi ‘enak’
mayaya ‘pedas’

b. Adjektiva pandang (mata)

madago ‘bagus’
nafengi ‘gelap’

c. Adjektiva dengar (telinga)

donge ‘dengar’




d. Adjektiva penciuman (hidung)

maenga ‘harum’
oso ‘busuk’

e. Adjektiva sentuhan (raba tangan)

ma’alusu ‘halus’
makasara ‘kasar’
mapeni ‘keras’

3.10 Adjektiva Perasaan
Adjektiva perasaan adalah adjektiva yang memberi pengertian konsep perasaan. Adjektiva perasaan dapat dibedakan dengan adjektiva rasa. Adjektiva perasaan berhubungan dengan hati, sedangkan adjektiva rasa berhubungan dengan konsep pengecap yaitu lidah manusia.
Lebih jelasnya dapat dilihat pada contoh berikut ini.
mafongko ‘gembira’
naporani ‘senang’
maundangi ‘sedih’
marau ‘marah’
pokapuru ‘sayang’
kapururaya ‘kasihan’
mawo ‘rindu’
masengke ‘jengkel’

3.11 Adjektiva Penunjuk
Adjektiva penunjuk adalah adjektiva yang berhubungan dengan tempat seperti jauh dan dekat.
Lebih jelasnya dapat dilihat pada contoh berikut ini.
setu ‘itu’
sei ‘ini’
njou ‘sana’

3.12 Adjektiva Bilangan
Adjektiva bilangan dalam bahasa Bare’e dapat dilihat pada contoh berikut ini.
sambaaa ‘satu’
radua ‘dua’
tatago ‘tiga’
aopo ‘empat’
alima ‘lima’
aono ‘enam’
papitu ‘tujuh’
ofayu ‘delapan’
sasio ‘sembilan’
sampuyu ‘sepuluh’
madea ‘banyak’
sakodi ‘sedikit’


4. Simpulan
Ciri morfologis adjektiva bahasa Bare’e ditandai dengan adanya proses afiksasi yang menghasilkan sejumlah morfem penanda adjektiva. Morfem penanda itu terdiri atas morfem adjektiva infleksional dan morfem pananda adjektiva derivasional. Morfem penanda adjektiva infleksional yaitu ma- dan na-, sedangkan morfem penanda adjektiva derivasional yaitu te-.
Adjektiva bahasa Bare’e secara sintaksis dapat dikenal dalam konstruksi frasa dan kalimat. Untuk mengenal kelas adjektiva ada beberapa kriteria persyaratan yang dapat dijadikan sebagai alat penguji, yaitu (1) dapat berfungsi sebagai predikat, (2) dapat berfungsi sebagai atribut, (3) dapat didahului atau diikuti oleh kata seperti maru’u ‘paling’ dan kojo ‘sekali’,dan (4) dapat digunakan sebagai pembanding dengan menggunakan meru’u ‘lebih’ dan ungkari ‘daripada’.
Secara semantis adjektiva bahasa Bare’e dapat dikenal berdasarkan kelas kata, yaitu dapat memiliki tingkat perbandingan yang menyatakan apakah bentuk yang satu sama, lebih, atau paling jika dibandingkan dengan bentuk yang lain. Dengan demikian, ada tiga macam tingkat perbandingan yang dapat dijadikan sebagai penanda semantis, yaitu (1) tingkat perbandingan ekuatif, (2) tingkat perbandingan komparatif, dan (3) tingkat perbandingan superlatif.
Selain ketiga penanda adjektiva tersebut di atas, bahasa Bare’e dapat pula ditandai oleh jenis-jenis adjektiva berdasarkan maknanya. Berdasarkan maknanya adjektiva bahasa Bare’e dapat dibedakan atas dua belas macam, yaitu adjektiva sifat, adjektiva keadaan, adjektiva ukuran, adjektiva bentuk, adjektiva waktu, adjektiva jarak, adjektiva cara, adjektiva warna, adjektiva pancaindera, adjektiva perasaan, adjektiva penunjuk, dan adjektiva bilangan.


















DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan. et al. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Pustaka

Aminuddin. 1988. Semantik Pengantar Studi Tentang Makna. Bandung : CV Sinar Baru.

Basran, Mustamin. et al. 2004. “Struktur Bahasa Bare’e”. Palu : Proyek Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah.

Keraf, Gorys. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Ende-Flores : Nusa Indah.

Kridalaksana, Harimurti. 1990. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta : PT Gramedia.

Mulyono, A. M. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Depdikbud, Jakarta : Balai Pustaka.

Ramlan. 1987. Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta : C.V. Karyono.

---------. 1987. Sintaksis. Yogyakarta : C.V. Karyono.

Samsuri. 1978. Analisis Bahasa. Jakarta : Erlangga.

Sudaryanto. 1988. Metode Linguistik (Bagian Pertama). Yogyakarta : Gajah Mada.

---------. 1992. Metode Linguistik : ke Arah Memahami Linguistik. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

---------. 1993. Metode dan Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta : Duta Wacana University Press.

Tarigan, Henry Guntur. 1993. Semantik. Bandung : Angkasa.

Verhaar, J.W.M. 1978. Pengantar Linguistik. Jilid I. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Wumbu, Indra B. et al. 1986. Inventarisasi Bahasa Daerah di Propinsi Sulawesi Tengah. Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Depdikbud.

Rabu, 20 Februari 2008

FUNGSI PARTIKEL BAHWA

Penulis sangat tertarik meneliti berbagai aspek bahasa Indonesia yang dipakai dalam berbagai perkara pidana di Kejaksaan Negeri Palu. Dalam hal itu, terutama kalimat majemuk bertingkat yang menyatakan hubungan penjelas. Rasa ketertarikan itu sangat beralasan karena selain sebagai tantangan juga sebagai pengetahuan tambahan sebagai ahli bahasa Indonesia. Bentuk kalimat-kalimat dalam berbagai berkas perkara pidana di Pengadilan Negeri Palu banyak yang diawali dengan partikel bahwa. Padahal, tidak semua kalimat seperti itu harus menggunakan partikel bahwa. Kecenderungan itu terutama bergantung pada sudut pandang penulis, dalam hal ini jaksa penuntut umum (JPU), terhadap suatu perkara atau kasus. Akibatnya, partikel bahwa cenderung (umumnya) menjadi sarana topikalisasi masalah, yaitu upaya untuk mengubah salah satu fungpemakaian partikel bahwa dalam berkas perkara pidana, terutama terhadap dugaan pelanggaran pasal 310 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), masih banyak yang tidak sesuai dengan kaidah kalimat BI yang baik dan benar.si kalimat menjadi perkara yang lebih penting.
Pemakaian partikel bahwa dalam berkas perkara pidana, terutama terhadap dugaan pelanggaran pasal 310 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), masih banyak yang tidak sesuai dengan kaidah kalimat BI yang baik dan benar.

Fungsi partikel bahwa yang akan diuraikan di sini meliputi fungsi (1) sebagai penghubung antara unsur-unsur kalimat majemuk bertingkat, (2) sebagai penanda anak kalimat yang menduduki fungsi subjek, dan (3) sebagai penanda subjek berupa anak kalimat yang menggunakan kata adalah, ialah, dan merupakan, (4) sebagai penada unsur objek, dan (5) sebagai penanda unsur pelengkap.

1. Sebagai Konjungtor Majemuk Bertingkat
Kalimat majemuk bertingkat merupakan gabungan dua kalimat tunggal atau lebih yang tidak sederajat. Artinya, salah satu dari kalimat-kalimat itu menduduki jabatan sebagai induk (pokok), sedangkan yang lain sebagai anak (tambahan) yang berfungsi sebagai penjelas. Salah satu konjungtor yang menghubungkan unsur-unsur kalimat majemuk bertingkat ialah partikel bahwa. Untuk lebih jelasnya, contoh-contoh berikut ini menggambarkan fungsi konjungtif partikel bahwa.
Contoh:
(1) Orang tua itu mengatakan bahwa anak gadisnya mencintai pemuda itu sepenuh hati.
(2) Penulis perlu menegaskan di sini bahwa bukunya belumlah sempurna.
(3) Berkas riwayat hidupnya menunjukkan bahwa dia pernah menjadi pelajar teladan untuk
tingkat kabupaten dan provinsi.
(4) Sekarang dia baru tahu bahwa pacarnya bisa memasak.
(5) Pendidikan sistem Eropa mengajarkan kepada para wartawan bahwa dunia sastra tidak
harus sepenuhnya ditautkan pada dunia keagamaan.

Kalimat (1) di atas terdiri atas dua klausa (kalimat minor), yaitu (a) orang tua itu mengatakan dan (b) anak gadisnya mencintai pemuda itu sepenuh hati. Kedua klausa itu kemudian digabung dengan menggunakan partikel bahwa. Gabungan itu menghasilkan kalimat majemuk bertingkat. Kalimat (a) sebagai induk (pokok), sedangkan kalimat (b) sebagai anak (penjelas).
Pola kalimat (1) tidak dapat diubah tanpa perubahan bentuk. Predikat kalimat itu termasuk aktif transitif, sehingga untuk mengubah polanya harus dipasifkan seperti berikut.
(1a) Bahwa anak gadisnya mencintai pemuda itu sepenuh hati, telah dikatakan (oleh) orang
tua itu.
(1b) Bahwa anak gadisnya dicintai (oleh) pemuda itu sepenuh hati, telah dikatakan (oleh) orang
tua itu.

Kalimat (1b) sudah disejajarkan bentuknya, sedangkan kalimat (1a) tidak disejajarkan.
Konjungsi bahwa pada kalimat (2) didahului oleh unsur keterangan, yaitu di sini. Partikel bahwa dalam kalimat itu tidak dapat ditempatkan sebelum keterangan di sini seperti kalimat (2a), tetapi polanya dapat diubah seperti kalimat (2b) atau (2c) berikut ini.
(2a)*Penulis perlu menegaskan bahwa di sini bukunya belumlah sempurna.
(2b) Bahwa bukunya belumlah sempurna, di sini telah ditegaskan oleh penulis.
(2c) Bahwa bukunya belumlah sempurna, telah ditegaskan oleh penulis di sini.

Kalimat (3) di atas berpola S-P (kalimat 1) S-P-O-K (kalimat 2). Artinya, partikel bahwa menghubungkan dua kalimat aktif transitif. Dengan demikian, kalimat (2) sebagai anak kalimat yang menduduki fungsi objek Jika pola kalimat (3) kita ubah, bentuknya seperti berikut.

(3a) Bahwa dia pernah menjadi pelajar teladan untuk tingkat kabupaten dan provinsi,
ditunjukkan (oleh) berkas riwayat hidupnya.

Partikel bahwa dapat juga menghubungkan menghubungkan dua kalimat aktif intransitif seperti kalimat (4) berikut ini.

(4) Sekarang dia baru tahu bahwa pacarnya bisa memasak.

Kalimat (4) di atas dapat diubah polanya seperti kalimat (6a) atau kalimat (4b) berikut ini.

(4a) Bahwa pacarnya bisa memasak, sekarang dia baru tahu.
(4b) Sekarang dia baru tahu bahwa pacarnya bias memasak.

Partikel bahwa pada kalimat (5) di atas menghubungkan kalimat aktif transitif dengan kalimat pasif seperti dikutif kembali berikut ini.

(5) Pendidikan sistem Eropa mengajarkan kepada para wartawan bahwa dunia sastra tidak
harus sepenuhnya ditautkan pada dunia keagamaan.

Posisi partikel bahwa dapat dipindahkan ke awal kalimat seperti kalimat (5a), tetapi tidak dapat dilakukan seperti kalimat (5b) berikut ini.

(5a) Bahwa pendidikan sistem Eropa mengajarkan kepada para wartawan dunia sastra tidak
harus sepenuhnya ditautkan pada dunia keagamaan.
(5b)*Pendidikan sistem Eropa mengajarkan bahwa kepada para wartawan dunia sastra tidak
harus sepenuhnya ditautkan pada dunia keagamaan.
Partikel bahwa biasanya diikuti oleh nomina seperti pada kalimat (5) dan (5a) di atas dan tidak lazim seperti pada kalimat (5b) yang diikuti oleh preposisi kepada.


2. Sebagai Penanda Anak Kalimat
Anak kalimat sebagai subjek dapat ditandai oleh partikel bahwa seperti dalam beberapa kalimat berikut.
Contoh:
(6) Pengurus lama berjanji bahwa koperasi kita akan memilih pengurus baru.
(7) Di Koran disebutkan bahwa bank itu tidak sehat.
(8) Berita bahwa dia akan diganti sudah tersebar luas.
(9) Surat ini menunjukkan bahwa dia marah.
(10) Jaksa mengatakan bahwa terdakwa berperilaku baik selama di dalam tahanan.

Kalimat (6) terdiri atas dua kalimat (a) pengurus lama berjanji dan (b) bahwa koperasi akan memilih pengurus baru. Kalimat (a) sebagai induk kalimat dan kalimat (b) sebagai anak kalimat. Hal itu disebabkan oleh kehadiran partikel bahwa dalam kalimat majemuk bertingkat itu sebagai konjungsi. Anak kalimat itu, yakni kalimat (b) difungsikan sebagai pelengkap.
Kalimat (7) di atas merupakan kalimat majemuk bertingkat yang ditandai oleh konjungsi bahwa. Kalimat (7) itu adalah gabubungan dua kalimat tunggal, yaitu (a) di koran disebutkan dan (b) bahwa bank itu tidak sehat. Kalimat (a) merupakan induk kalimat, sedangkan kalimat (b) adalah anak kalimat. Partikel bahwa dalam kalimat (b) itu difungsikan sebagai konjungsi. Jika konstruksi kalimat (7) diubah dengan meletakkan anak kalimat di awal, anak kalimat itu diikuti oleh tanda koma seperti berikut.

(7a) Bahwa bank itu tidak sehat, di Koran disebutkan.

Bagian kalimat (8) di atas yang berfungsi sebagai anak kalimat adalah kalimat (b) bahwa dia akan diganti sudah tersebar luas dan kalimat (a) berita berfungsi sebagai induk kalimat. Jika diuraikan, anak kalimat itu memiliki pola subjek, predikat, keterangan (S-P-K). Subjek: dia, predikat: akan diganti, keterangan: sudah tersebar luas. Anak kalimat (8) tidak tidak dapat pindahkan ke awal tanpa perubahan seperti kalimat (8a), tetapi dapat diubah seperti kalimat (8b) atau (8c) berikut ini.

(8a)* Bahwa dia akan diganti sudah tersebar luas, berita.
(8b) Bahwa dia akan diganti, berita (-nya) sudah tersebar luas.
(8c) Bahwa dia akan diganti, sudah tersebar luas beritanya.

Kalimat (9) di atas terdiri atas dua kalimat, yaitu (a) surat ini menunjukkan dan (b) bahwa dia marah. Kalimat (a) termasuk aktif bitransitif dengan verba menunjukkan, sedangkan kalimat (b) termasuk kalimat aktif intransitif yang ditandai oleh verba marah. Kalimat (b) yang didahului partikel bahwa diposisikan sebagai anak kalimat yang berfungsi sebagai objek. Anak kalimat (9) itu dapat ditempatkan di awal kalimat dengan mempasifkan seperti terlihat berikut ini.

(9a) bahwa dia marah, ditunjukkan (oleh) surat ini.

Demikian pula, kalimat (10) di atas terdiri atas dua kalimat, yaitu (a) jaksa mengatakan dan (b) bahwa terdakwa berperilaku baik selama di dalam tahanan. Kalimat (b) sebagai anak kalimat difungsikan sebagai objek karena kalimat yang mendahuluinya berpredikat verba bitransitif. Pola kalimat (10) itu dapat diubah seperti kalimat (10a) berikut ini. Kalimat (10) dapat dipasifkan supaya anak kalimat itu berada di awal.

(10a) Bahwa terdakwa berperilaku baik selama di dalam tahanan, dikatakan (oleh) jaksa.

Jika mendahului induknya, anak kalimat diikuti oleh tanda koma. Dan sebaliknya, anak kalimat yang mengikuti induknya tidak didahului oleh tanda koma.

3. Sebagai Penanda Subjek
Partikel bahwa berfungsi sebagai penanda subjek anak kalimat yang menggunakan kata adalah, ialah, atau merupakan. Untuk lebih jelasnya, beberapa kalimat berikut menggambarkan hal itu.
Contoh:
(11) Bahwa skipsi ini memiliki kelemahan adalah tanggung jawab saya.
(12) Bahwa cinta tanah air adalah bagian yang penting dari semangat kepramukaan telah b
berkali-kali dikemukakan.
(13) Bahwa percobaan ini gagal merupakan resiko saya.
(14) Bahwa awan tebal itu berarak ialah pertanda akan turun hujan.
(15) Bahwa pendidikan merupakan hal penting sudah diketahui semua orang.

Kalimat (11) di atas terdiri atas dua kalimat tunggal, yaitu (a) bahwa skripsi ini memiliki kelemahan dan (b) adalah tanggung jawab saya. Kalimat (a) sebagai induk kalimat , sedangkan kalimat (b) sebagai anak kalimat. Dalam konstruksi kalimat majemuk, kalimat (a) difungsikan sebagai subjek dengan pola subjek, predikat, objek (S-P-O). Pola kalimat (b) terdiri atas predikat, pelengkap (P-Pel). Dengan demikian, pola kalimat majemuk (11) terdiri atas subjek, predikat, objek, predikat, pelengkap (S-P-O-P-Pel).
Kalimat (11b) adalah tanggung jawab saya merupakan anak kalimat yang berfungsi sebagai subjek dengan ditandai oleh kata adalah.
Kalimat (12) termasuk kalimat majemuk bertingkat yang dibangun dari dua kalimat, yaitu (a) bahwa cinta tanah air dan (b) adalah bagian yang penting dari semangat kepramukaan telah berkali-kali dikemukakan.


4. Sebagai Penanda Objek
Anak kalimat pengganti nomina ditandai oleh kata bahwa sebagai objek. Kalimat-kalimat berikut memperlihatkan hal itu.
Contoh:
(1) Dia memberitahukan bahwa pimilihan pengurus koperasi diadakan minggu ini.
(2) Pemerintah mengatakan bahwa sudah saatnya bahan bakar minyak tanah diganti dengan
gas (elpiji).
(3) Masyarakat menganggap bahwa kebijakan pemerintah mengganti bahan bakar minyak
tanah dengan gas elpiji sangat memberatkan.
(4) Korban banjir di kabupaten Sinjai dan beberapa kabupaten yang lain menilai bahwa
bantuan dari berbagai pihak masih menumpuk di posko tertentu atau belum didistribusikan
secara merata.
(5) Para mahasiswa pascasarjana di semua universitas di Indonesia menilai bahwa tunjangan
pemerintah berupa beasiswa masih sangat rendah.

5. Sebagai Penanda Pelengkap
Anak kalimat pengganti nomina ditandai oleh kata bahwa sebagai pelengkap. Kalimat-kalimat berikut memperlihatkan hal itu.
Contoh:
(1) Keinginan pemimpin kita ialah bahwa semua pengurus harus mendahulukan kepentingan
pelayanan.
(2) Pengurus lama berjanji bahwa koperasi kita akan memilih pengurus baru.
(3) Para siswa yang tidak lulus ujian akhir nasional berpendapat bahwa ujian susulan sangat
diperlukan oleh mereka.
(4) Pemerintah pusat berketetapan bahwa bagi siswa yang tidak lulus ujian akhir nasional
dapat mengikuti ujian persemaan paket B atau paket C.
(5) Wali Kota Makassar berharap bahwa pihak sekolah dan pihak ketiga tidak berdagang roh
untuk siswa dalam tahun ajaran 2006/2007.